PALANGKA RAYA- Proses penetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kota Palangka Raya kembali menjadi sorotan. Sejumlah warga mengeluhkan ketidakpastian dalam perhitungan besaran BPHTB yang dinilai tidak obyektif dan kurang akurat sehingga berpotensi merugikan masyarakat.
Wakil Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kalimantan Tengah, Eldoniel Mahar, mengungkapkan, bahwa meskipun peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan capaian penting untuk pembangunan dan pelayanan publik, akurasi serta obyektivitas dalam perhitungan BPHTB seharusnya menjadi prioritas utama.
Salah satu kasus yang menjadi perhatian adalah pengajuan BPHTB seorang warga yang diajukan pada 4 Desember 2024 dan kembali diajukan pada 8 Januari 2025. Namun, prosesnya baru rampung dua bulan kemudian, tepatnya pada 5 Februari 2025. Selama periode tersebut, nilai obyek BPHTB yang ditetapkan mengalami beberapa kali perubahan signifikan.
"Awalnya, penilai diduga menetapkan angka 500 juta, kemudian berubah menjadi 450 juta, turun lagi menjadi 400 juta, hingga akhirnya ditetapkan sebesar 375 juta," ungkap Eldoniel, Sabtu (8/2/2025).
Menurutnya, perubahan nilai yang cukup drastis dalam waktu singkat mengindikasikan bahwa tidak ada standar atau metode yang jelas dalam penetapan BPHTB.
"Situasi ini menciptakan ketidakpastian dan berpotensi membuka ruang bagi praktik negosiasi yang tidak sehat," ujarnya.
Eldoniel menegaskan, bahwa peraturan, metode, dan Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait penetapan BPHTB harus dipublikasikan secara luas kepada masyarakat. Dengan demikian, wajib pajak dapat memahami mekanisme perhitungan dan memiliki kepastian hukum atas besaran BPHTB yang harus dibayarkan.
"Pemerintahan Prabowo-Gibran memang telah menghapus BPHTB secara nasional, tetapi selama kebijakan ini masih diberlakukan di Palangka Raya, maka transparansi dalam penetapan BPHTB menjadi sebuah keharusan," ujarnya.
Masyarakat, lanjut Eldoniel, memiliki kewajiban untuk membayar BPHTB, namun mereka juga berhak atas kejelasan dan keadilan dalam penetapan nilainya.
Eldoniel berharap, bahwa prinsip obyektivitas, transparansi dan SOP yang jelas tidak hanya diterapkan dalam penetapan BPHTB, tetapi juga di seluruh layanan publik yang ada di Kota Palangka Raya.
"Tujuan akhirnya adalah menciptakan sistem layanan yang cepat, akurat, reliabel, dan akuntabel," tutupnya. (gan/jp).