BANJARMASIN- Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), yang membidangi kesejahteraan masyarakat, mengecam keras aksi predator anak serta perilaku perundungan di lingkungan pendidikan di Banua.
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kalsel, Jihan Hanifha, menegaskan sikap tersebut saat memimpin rapat dengar pendapat bersama Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kalsel, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalsel, serta Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Kalsel, Rabu (26/02/2025).
Menurutnya, pelaku kekerasan terhadap anak harus dihukum seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku agar menimbulkan efek jera.
"Tidak hanya hukuman, tetapi mereka juga tidak boleh diberi kesempatan ataupun ruang lagi di dunia pendidikan,” tegas politikus Gerindra itu.
Komisi IV DPRD Kalsel menyatakan keprihatinan mendalam atas maraknya kasus yang melibatkan anak sebagai korban.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak semua instansi terkait untuk mengambil langkah konkret dalam melindungi generasi penerus bangsa, khususnya di Kalsel.
Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kalsel, Nor Fajeri, berharap adanya kolaborasi antara berbagai lembaga guna memberikan edukasi kepada masyarakat, terutama anak-anak dan orang tua, terkait bahaya perundungan dan kekerasan seksual terhadap anak.
"Ke depan, kami akan mengajak lembaga terkait seperti LPA, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kanwil Kemenag Kalsel untuk berkolaborasi. Saya rasa ini sangat memungkinkan, bahkan bisa diintegrasikan dalam kegiatan kami di daerah pemilihan (dapil), sehingga mereka dapat turut serta memberikan edukasi pencegahan,” ujar Nor Fajeri.
Tidak hanya pendidikan umum, pendidikan yang berbasis keagamaan tidak luput dari predator anak. Seperti kasus pencabulan oleh pimpinan salah satu pondok pesantren kepada para santrinya mendapatkan tanggapan serius dari Anggota DPRD Komisi IV yang lain yakni, Habib Umar Hasan Alie Bahasyim.
"Saya mendorong Kemenag untuk bersikap tegas. Mengambil sikap terhadap kekerasan di pondok pesantren. Jangan ada muatan ceramah yang mengandung pornografi, saya sangat keras soal ini. Jangan sampai jamaah majelis yang di antaranya ada anak-anak di sana, justru mendapat referensi kalimat seksual yang negatif malah dari majelis-majelis ilmu,” kata Habib Umar Hasan Alie Bahasyim. (sar/mah/jp).