PALANGKA RAYA- Polda Kalimantan Tengah (Kalteng) meningkatkan status kasus dugaan penipuan berkedok konser dari penyelidikan menjadi penyidikan. Kasus ini berpotensi menyeret nama artis nasional dan telah merugikan ratusan orang.
Jeffriko Seran, kuasa hukum korban, menyatakan, bahwa pelapor telah dipanggil kembali oleh penyidik untuk pemeriksaan lanjutan guna memenuhi syarat penyidikan.
"Informasi yang kami terima, gelar perkara telah dilakukan dan kasus telah naik ke tahap penyidikan," ujar Jeffriko kepada wartawan, di Palangka Raya, Senin (29/7).
Menurut Jeffriko, peningkatan status ke tahap penyidikan mengindikasikan bahwa polisi telah menemukan delik dalam kasus tersebut dan memiliki alat bukti yang cukup sesuai KUHAP.
Terkait keterlibatan artis nasional, Jeffriko belum mendapat konfirmasi apakah akan ada pemeriksaan, namun ia meyakini polisi telah mengidentifikasi calon tersangka.
"Calon tersangka diduga adalah pemilik akun Wara Wiri Fest yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan acara dan penerimaan pembayaran tiket," tutur Jeffriko.
Kasus ini bermula dari laporan tujuh korban ke Polda Kalteng pada 13 Mei 2024 terkait dugaan penipuan online oleh akun Instagram Warawiri (@warawirifestkalteng). Para korban melaporkan kegagalan konser dan janji pengembalian dana yang tidak terealisasi sejak Januari 2023.
Pelaporan didasarkan pada Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 45A ayat (1) UU ITE, dengan pertimbangan dugaan penipuan dilakukan secara online. Barang bukti yang dilampirkan meliputi bukti transfer, tangkapan layar promosi, ID pembayaran, dan bukti refund dari salah satu aktor FTV berinisial AP.
Jeffriko berharap, pelaporan ini dapat memberikan efek jera dan mendorong pengembalian dana kepada para korban.
"Kami prihatin terhadap masyarakat yang ingin mendapatkan hiburan namun justru menjadi korban penipuan," tutupnya.
Pihak penyelenggara yang menggunakan akun Instagram Warawiri (@warawirifestkalteng) sebelumnya telah memposting permintaan maaf dan janji pengembalian dana bertahap. Namun, upaya konfirmasi ke nomor yang tercantum dalam akun tersebut tidak berhasil.
UU ITE Pasal 45A ayat (1) menyebutkan bahwa penyebaran berita bohong yang merugikan konsumen dalam transaksi elektronik dapat dikenakan pidana penjara maksimal enam tahun dan/atau denda hingga Rp 1 miliar. (emca/jp).