BANDUNG- Guna mendukung terciptanya rasa aman sekaligus meminimalisir aksi perundungan khususnya di lingkungan sekolah, Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan (DPRD Kalsel) bersama mitra kerjanya Dinas Pendidikan Provinsi Kalsel melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (Disdik Jabar) yang telah menerapkan Program Sistem Terintegrasi Olah Pengaduan Perundungan (Stopper) Jabar.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalsel, Gina Mariati, mengungkapkan, kunker ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana program STOPPER ini berjalan dan bagaimana cara mensosialisasikannya ke sekolah-sekolah serta dampak dengan diterapkannya program yang diyakini dapat meminimalisir aksi perundungan di lingkungan sekolah.
"Jadi, kami ingin mengetahui sejauhmana, dan kemudian bagaimana sosialisasinya kepada sekolah-sekolah, dan kami ingin mengetahui sejauhmana dampaknya setelah program ini dilaksanakan," tutur Gina.
Srikandi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) ini mengatakan, hasil dari kunker ini nantinya akan dijadikan bahan pembahasan sekaligus mendorong Disdik Kalsel untuk berkolaborasi dengan Disdik Jabar terkait pelaksanaan program STOPPER tersebut.
"Nanti, akan kita komunikasikan juga dengan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan untuk bisa secepatnya berkolaborasi dengan (Dinas Pendidikan) Provinsi Jawa Barat untuk bisa melaksanakan kegiatan yang sama dengan beberapa sekolah yang ada di Kalimantan Selatan," jelasnya.
Disisi lain, Anggota Komisi IV DPRD Kalsel, H Abdul Hasib Salim, menyoroti bagaimana Pemprov Jabar dalam nerapkan program wajib belajar 12 tahun. Karena menurutnya, penerapan program ini masih membebani masyarakat dengan masih adanya pungutan-pungutan yang dikenakan oleh pihak sekolah.
"Rakyat kita masih mempertanyakan yang namanya wajib belajar itu seharusnya tidak ada beban lagi bagi masyarakat. Tapi faktanya, dilapangan mereka masih harus mengeluarkan dana untuk buku, untuk bayar walaupun namanya tidak SPP, tapi ada uang komite yang nilainya bisa lebih dari SPP," ungkap politisi Partai PDI Perjuangan.
Analis Pengembangan Kompetensi Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Provinsi Jabar, Achmad Sundoro, menjelaskan, program STOPPER Jabar ini bertujuan untuk meminimalisir aksi perundungan sekaligus memberikan rasa aman kepada peserta didik berkolaborasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Dan Keluarga Berencana (DPPPAKB) Provinsi Jabar dan Dinas Komunikasi Dan Informatika Provinsi Jabar.
"Sistem Terintegrasi Olah Pengaduan Perundungan (STOPPER) adalah program yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkolaborasi dengan beberapa dinas terkait dalam rangka pencegahan dan penanggulangan tindak perundungan (bullying), di lingkungan sekolah, khususnya peserta didik," ujarnya.
Dijelaskannya, program ini, selain memiliki empat komponen sistem yakni konsultasi, laporan aduan, edukasi, dan pendampingan, namun juga memiliki beberapa kendala sekaligus tantangan. Diantaranya terkait pemahaman masyarakat, orang tua maupun pihak sekolah dalam memahami ragam bentuk perbuatan yang masuk kategori perundungan.
"Termasuk kendala saat melakukan koordinasi dengan dinas terkait dalam upaya penanganannya dikarenakan sering terjadi pergantian pejabat yang telah ditetapkan," pungkasnya. (sar/mah/jp).