KUALA PEMBUANG- Masyarakat Desa Jahitan, Kecamatan Seruyan Hilir didampingi anggota TBBR Kabupaten Seruyan menghadiri undangan rapat dengan pihak PT. Gawi Bahandep Sawit Mekar (PT. GBSM) yang beroperasi di bidang perkebunan kelapa sawit. Kegiatan dilaksanakan di aula Kantor Kecamatan Seruyan Hilir, Senin (4/8).
Dalam rapat tersebut masyarakat Desa Jahitan menuntut pemisahan diri dari koperasi unit mandiri (KUM) yang selama ini bermitra dengan PT. GBSM yang tergabung dalam empat desa. Yaitu Desa Baung, Desa Telaga Pulang, Desa Jahitan dan Desa Murara Dua.
Rapat tersebut di pimpin oleh Camat Seruyan Hilir, Heriyadi Zebua, dan dihadiri Danramil Seruyan Hilir, Polsek Seruyan Hilir, Kepala Desa Jahitan beserta jajaran, perwakilan manajemen PT. Gawi Bahandep Sawit Mekar (PT. GBSM) dan tamu undangan lainnya.
Sudarmono, perwakilan warga Desa Jahitan kepada awak media ini menyampaikan, dari administrasi ataupun fakta dilapangan itu sudah merugikan pihaknya sebagai anggota koperasi.
"Adanya koperasi itu semua merugikan kita, dan bisa kami tunjukan bukti-buktinya dilapangan, tetapi secara administrasi kami dari Koperasi Unit Induk Baung tidak pernah ada dikasih SK. Artinya wewenang unit itu tidak ada," katanya.
Lanjut Sudarmono, belum lagi permasalahan lahan di lokasi itu, semuanya tidak produktif.
"Karena itu, kami kemaren pernah mengklaim bahwa ada beberapa sisa lahan sekitar 1.300 hektare, dan sekarang kami minta bukti berita acaranya tidak dikasihkan," ujarnya.
"Kalau masalah KUM, bagaimana pun kami tetap ingin memisahkan diri, itu pasti kami lakukan," imbuh Sudarmono.
Terkait tuntutan warga Desa Jahitan, kata Sudarmono, jika ada pemisahan, maka pihaknya akan mengetahui wilayah wilayah diberikan dari 20% nya.
"Oleh karena itu, kami harus memisahkan diri, karena sebagai warga negara dan sebagai warga desa kami punya hak dari tuntutan 20%. Dan berdasarkan undang-undang diaturankan ada semua, walaupun itu dilempar dari peraturan tahun 2007 maupun 2013," ujarnya.
Karena itu, kata Sudarmono, pihaknya tadi mempertanyakan dengan pihak manajemen perusahaan atas dasar apa lahan yang dikelola diluar HGU, tapi pihak perusahaan memberikan yang didalam HGU.
"Lahan ada itu sekitar 1.300 hektare. Artinya kesepakatan undang-undang itu sudah berlaku, bahkan desa lain sudah mendapatkan didalam HGU," tutur Sudarmono.
Ketika ditanya masalah kesepakatan berdirinya perusahaan, Sudarmono mengatakan, sebagai warga mereka tidak pernah tahu, kesepakatan kapan disampaikan dan juga diberitahukan tidak pernah.
"Kami sebagai warga tidak pernah ada pemberitahuannya, kalau itu ada diskusi maupun sosialisasi tidak pernah ada sampai saat ini, bahkan dari utang piutang pun kami tidak pernah tahu," katanya lagi.
Lebih lanjut Sudarmono mengatakan, baru-baru ini ada penambahan lagi dari pihak perusahaan berupa AKAD.
Menurutnya, akad tersebut ngutang lagi, dan pihaknya sebagai anggota wajib mengetahui, dan juga sebagai penerima hasil SHU. Akan tetapi, tidak pernah diberikan tanda terima dari hasil tersebut.
"Artinya tidak bisa dikatakan valid, makanya sisa hasil usaha (SHU) atau sisa hasil utang, mereka tidak bisa jawab, apabila saat kami tanyakan, mereka jawab talangan ya talangan itu utang," imbuhnya.
Ditempat yang sama, Ariyansah selaku Mantir Adat menambahkan, bahwa semakin pihaknya diam, namun manajemen semakin merajalela di wilayah setempat.
"Kemaren masyarakat banyak tidur, sekarang sudah bangun tetapi dalam keadaan perut lapar apapun yang terjadi harus dilakukan dengan bentuk aksi, mungkin itu baru ada jawaban dari pihak perusahaan kalau sudah dilakukan aksi," kata Ariyansah dengan nada kesal.
Sementara itu, M. Rijal selaku Manajemen CSR Areal PT. Gawi Bahandep Sawit Mekar menjelaskan, bahwa hasil rapat semua ini akan disampaikan kepada manajemen perusahaan dan mengenai warga Desa Jahitan yang ingin memisah dari KUM diserahkan kepada pihak yang membidanginya.
"Jika nantinya ada pertemuan atau rapat pihak perusahaan bersedia hadir," jelas Rijal.
Disisi lain, masyarakat protes karena dalam kehadiran M. Rijal sebagai perwakilan perusahaan tidak bisa mengambil keputusan, sehingga menyebabkan pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan atau kesimpulan yang jelas.
Salah seorang warga yang turut hadir dalam rapat tersebut merasa kecewa dan dirugikan karena tidak adanya kesepakatan.
"Kami berharap dalam rapat susulan nantinya yang hadir dari pihak manajemen perusahaan maupun pemangku jabatan dari Pemerintah Kabupaten Seruyan yang bisa mengambil keputusan," pinta warga.
Camat Seruyan Hilir, Heriyadi Zebua menyampaikan, agar permasalahan ini jangan dibiarkan berlarut- larut yang bisa menimbulkan bola panas.
Pihaknya juga akan menyurati pemangku terkait untuk hadir dalam penyelesaian permasalahan ini.
Ia juga meminta agar tidak didelegasikan, sehingga yang hadir dapat mengambil keputusan.
Heriyadi Zebua berharap agar permasalahan ini cepat diselesaikan.
"Kami sangat mengharapkan agar pihak perusahaan memperhatikan harapan dan tuntutan warga harus ditanggapi dengan serius," demikian Camat Seruyan Hilir. (gan/jp).